Thursday, July 01, 2004

Catetan satu tahuh yang lalu, tergelitik buat dipublish...

FENOMENA BARU : INUL


Belakangan ini orang selalu ramai membicarakan tentang Inul. Selalu Inul, Inul, dan Inul. Mungkin Inul sendiri sudah kebal dengan segala omongan orang tentang dirinya, karena hampir selalu ada di setiap media, baik cetak ataupun televisi.
Inul, yang tadinya hanya seorang penyanyi pinggiran, dari desa ke desa, dari lingkungan kecil ke lingkungan kecil satunya, kini tiba-tiba menjadi seorang ‘ratu’ dalam setiap tayangan di stasiun teve swasta kita, terutama tayangan dangdut. Satu lagi jangan lupa, tayangan gosip. Sebenarnya ditilik dari sepak terjangnya, kita patut menyatakan jempol dua dan bertepuk tangan, salut atas keberhasilannya menembus dunia pertelevisian swasta yang terkenal sulit dan selektif. Bahkan Inul berhasil duduk di kursi di mana tidak semua selebritis diusung kesana untuk dikupas tuntas jerohannya, di sebuah stasiun televisi swasta. Itu Inul lo, yang dulu Cuma nyanyi di sunatannya anak pak Lurah, mungkin begitu kata orang-orang yang tahu dia.
Itulah, sebenarnya, tidak semua orang tahu seperti apa sih Inul sebenarnya. Semua hanya meributkan soal goyangnya yang ngebor itu, yang katanya mampu merontokkan hati dan iman para pria. Semua pria bisa tergoda dan akan menjadi senang bila melihat goyangan Inul, semua pria akan ingin bergoyang bila mengawasi Inul ber-ngebor ria di atsa panggung. Itu kata para pria yang sempat ditanya langsung untuk sebuah liputan tentang Inul di sebuah stasiun teve swasta.
Katakanlah, Inul melakukan differensiasi. Membedakan dirinya dari penyanyi-penyanyi yang sudah ada, terutama penyanyi dangdut. Apakah itu salah? Tidak, tentunya, menurut segi bisnis. Menurut agama, jelas-jelas Inul melanggar norma etika, agama dan susila karena terlalu vulgar menampakkan bagian tubuhnya yang semestinya termasuk bagian yang harus ditutupi. Dengan bergoyang pula. Lalu menurut seni, sah-sah saja Inul melakukan goyangan yang berbeda, karena adalah hak setiap seniman untuk mengembangkan bakatnya menurut kemampuannya masing-masing.
Lalu timbul ribut-ribut, pro dan kontra, boleh tidaknya Inul berlaku demikian, karena dianggap dapat memancing timbulnya hawa nafsu para pria. Dan akan semakin buruklah kondisi moral bangsa ini, karena akan banyak terjadi perkosaan, perampokan, pelecehan, atau yang paling sadis, pembunuhan. Coba kita telaah sekali lagi. Bukankah sebelum Inul muncul, telah banyak terjadi hal-hal seperti itu? Lalu kenapa ketika Inul hadir, semua seolah-olah menuduhnya akan memperburuk kondisi mental bobrok itu? Saya yakin bahwa di lubuk hati Inul tidak pernah terlintas sekalipun bahwa ia akan ‘membantu’ semakin lestarinya hal-hal buruk itu. Yang seharusnya dilihat adalah, bahwa bangsa kita memang sudah menyedihkan kondisi moralnya saat ini. Jangan mencari kambing hitam. Inul hanya berseni.
Lalu kalau begitu, apakah perilaku Inul tersebut boleh dibenarkan? Dia hanya mencari uang. Dengan berlaku begitu, Inul mendapatkan banyak tawaran manggung. Yang tadinya hanya artis Jawa Timur, tiba-tiba menjadi artis nasional. Uang mengalir semakin lancar, keadaan keluarga semakin makmur. Mungkin memang, alangkah baiknya kalau Inul dapat mencari nafkahnya, mengalirkan uang ke dalam kantungnya tanpa menyentuh dan mengusik batas-batas nilai agama dan susila. Tanpa harus membuat mata panas, terutama mata para ibu yang suami dan anak-anaknya kesengsem berat dengan goyangannya. Yang tidak suka, ganti saja channel tevenya. Yang sebel lihat goyangannya, jangan beli VCD-nya. Lihat apa yang kita bicarakan. Mereka bisa memilih kan? Karenanya orang-orang yang mampu, yang bisa menonton siaran teve swasta, bisa memilih tayangan yang lain. Bisa menyetel DVD atau VCD yang lain tanpa harus mengganggu tayangan tentang Inul. Coba lihat ke bawah, masyarakat yang hidupnya pas-pasan. Terhimpit oleh beratnya mencari uang untuk makan besok pagi, bayar ongkos angkutan kota anaknya ke sekolah, modal untuk dagang besok, serta tagihan-tagihan kredit lainnya.
Bagi mereka, Inul adalah hiburan. Bisa menyegarkan dan bisa menggairahkan hidup mereka yang begitu beratnya. Tidur di atas becaknya siang ini, tapi malamnya bisa nunut nonton goyangannya Inul di kios tetangga yang berjualan VCD. Hiburan yang murah meriah kan? Mau nonton film di Galaxy Mall jelas tidak mungkin. Mau jalan-jalan ke Tunjungan Plasa juga lebih tidak mungkin karena tidak akan ada waktu lagi untuk mencari uang. Mau apa lagi? Ada Inul. Nonton Inul di TV juga masih lumayan, rame-rame dengan tetangga satu gang nonton tayangan satu setengah jam bersama Inul. Itulah. Mereka tidak punya banyak pilihan. Mereka tidak punya banyak uang untuk memilih yang lain.Kalau mereka punya uang, mereka bisa memilih untuk dugem di Colors daripada nonton Inul.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home