Thursday, July 01, 2004

iwan fals..

18 Desember 2003
LIVING ROOM, 10.30 PM.

Malam ini aku bengong sendirian di depan pesawat televisi. Anak dan suami tercinta sudah tidur, dan aku belum ngantuk. Aku pilih-pilih channel, selalu kembalinya ke TransTV. Favorit memang, acaranya bagus-bagus.

Ulang Tahun TransTV rupanya. Aku coba lihat acaranya yang cukup rame. Ada Alam, eh, ternyata Sabu-sabu itu maksudnya Sarapan Bubur. Masyaallah, bikin orang bingung aja. Setelah ini apalagi.

Muncul satu sosok di tengah layar. Intronya kayak nggak asing. Kucermati lagi, wow, Iwan Fals. Cakep juga. Lagu yang dinyanyikannya Aku Bukan Pilihan, my favorite. Diiringin Andi Rianto dan pemain harpa, lupa namanya. Keren. Duh, pengen ikut teriak-teriak dan ikut nonton langsung di sana. Tapi ini udah malam, masa teriak-teriak.

Lagunya bagus banget. So so so touching. Cuman dengan dinyanyikan akustik gitu jadi agak berkurang ketepatannya. Mungkin lagi in lagu dinyanyikan begitu. Kemudian muncul Farhan dan Eko Patrio di belakang panggung. Ngerumpi, lucu banget, sambil direcokin Mak-nya Oneng dan Bajuri. Wah, keren banget. Pokoknya paling keren, ya Bajuri. Hehe.

Kukira Iwan sudah selesai nyanyinya. Tapi kata Farhan dan Eko, setelah ini kolaborasi Iwan dan rekan-rekannya. Astaga, ternyata bagus banget. Adam Sheila on 7, Piyu Padi, Tohpati – catet : TOHPATI!! – dan seorang pemain perkusi. Semuanya bawa gitar, termasuk Iwan Fals. Dan mereka nyanyi Bento, lagu Iwan yang dulu ngetop banget.

Rasanya aku terlempar kembali ke masa lalu. Di saat SMP – SMA saat masih begitu menggilai Iwan Fals. Saat masih seru-serunya nge-band (termasuk bareng suamiku tercinta ini ;P). Saat latihan marching band, saat ribut jadi pengurus OSIS, semuanya seperti terbayang lagi saat mendengar lagu ini. Ternyata begitu touchingnya suara Iwan, lagu Iwan Fals, dengan masa-masa sekolah dulu. Memang lagi jamannya.

Dan serasa aku iri dengan mereka. Dengan Adam, Piyu. Aku yakin, Adam, dan Piyu adalah sama seperti aku dulu. Ngeband, mengidolakan Iwan Fals. Dan sekarang, mereka sepanggung. Bisa kubayangkan rasanya, euforianya waktu pertama bisa kenal, latihannya, gembiranya bisa nyanyi bareng idolanya. Mengiringi Iwan Fals dengan petikan gitarnya.

Dulu pasti rasanya jauh, dan sekarang adalah rekan. Dan mimpi-mimpi mereka terwujud. Karena mereka berusaha, karena jalannya begitu. Karena mereka menemukan link-nya yang harus ditemukan. Dan mereka pasti bahagia. Tepuk tangan Iwan Fals untuk Piyu, untuk Adam, untuk Tohpati. Seperti ketika Titiek Puspa bertepuk tangan untuk Inul. Bayangkan bahagianya Inul, bisa bersama satu panggung dengan idolanya. Betapa bahaginya ketika melihat idolanya kini mengidolakan dirinya. Begitu dekat. Sebuah impian yang dulu rasanya begitu tidak mungkin, tapi bisa jadi nyata.

Allah SWT memang Maha Besar. Sanggup membalikkan sesuatu dalam waktu singkat. Apa yang tidak mungkin jadi mungkin, dan of course karena kita berusaha. Karena ikhtiar. Mungkin karena kurang memaksimalkan ikhtiar, seperti kata Aa Gym, jadinya ya jalan kita seperti ini. Bukannya menyesal, Cuma seandainya dulu, niat memaksimalkan ikhtiar dalam nge-band, serius berkarya dan selalu rajin latihan walau sudah kuliah, bukan tidak mungkin link dan jalannya sama seperti Padi, seperti Tic Band, seperti Inul.
Ya kan? Atau dulu seriuslah berkuliah di jurusan musik, berkecimpung dengan ikhtiar penuh di bidang entertainment, bukan tidak mungkin jalannya tidak begini. Singkatnya, apa yang kita inginkan seharusnya dijalankan dengan penuh, tidak setengah-setengah, tidak ragu-ragu. Apapun diikhtiarkan dengan semaksimal mungkin, Insyaallah, Tuhan merestui.

Malam semakin larut. Aku tidak menyesali jalan hidupku, non, tidak. C’est la vie. Sudah semestinya begini. Setelah ini saja, insyaallah, aku ingin memaksimalkan ikhtiarku. Walau itu cuma sedang mengganti pipisnya Fia, atau sedang mengajari Fia mewarnai, atau ketika sedang membuat mi rebus. Kalau tercipta jalannya untuk menjadi sukses adalah disusun dari proses yang sangat beragam, karena ikhtiarnya untuk masing-masing penggalan prosesnya. Seperti buku, atau novel, di tiap-tiap chapternya ada konflik, klimaks, antiklimaks, dan endingnya. Walau nantinya pasti nyambung ke chapter berikutnya. Di tiap chapternya itu setiap konflik harus diselesaikan. Di endingnya itu harus berakhir tanpa penyesalan, karena sudah segala upaya dilakukan untuk menyelesaikan. Sudah berusaha semaksimal mungkin. Tidak nggantung.

Bukan tidak mungkin besok berubah. Ada kejadian yang membuka chapter baru, yang bikin konflik baru, dan harus diikhtiarkan ending baru. Bukan tidak mungkin kejadian itu yang membuat hidup ini naik satu step.

Jangan meremehkan setiap bagian dari hidup. Ini adalah proses. Proses yang harus dijalani. Dan chapter yang harus diselesaikan.
Dan aku sedang membuka chapter baru. I love it.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home