Friday, April 29, 2005

jangan lakukan lagi, please...

Nggak bolehkah aku kecewa?
Janji itu selalu ada terus, sejak dulu. Tapi selalu terulang lagi. Aku merasa dibohongi setiap kali, kecewa. Mungkin ada berjuta masalah yang lebih pelik dan rumit dari ini,
tapi buat aku ini adalah satu hal yang paling pribadi, prinsip.

Kamu tidak pernah mau mengerti.
Sekarang yang kurasakan cuma, mati rasa.
Terhadapmu mungkin.
Terhadap masalah ini.
Setidaknya maaf maaf yang selalu kau ucapkan itu cuma bullshit..

Aku jadi menyesal, ternyata aku masuk ke dalam dunia yang salah.
Kalau dalam segala hal kau adalah the right man on the right time and right place,
but your world is absolutely the wrong world for me.
Seharusnya aku tau aku tak akan pernah bisa mengubahmu.
Mengubah lingkunganmu.

Sebagaimana engkau bergaul itulah dirimu,
yang selalu merasa tak enak bila tak mengikuti teman-temanmu,
selalu merasa tak apa walau sedikit

Aku membencimu seutuhnya untuk yang satu ini.
Aku jadi blur, siapa yang harusnya marah
Aku?
Kamu?
Kenapa kamu juga harus marah pagi ini?
Bukannya harusnya kamu merasa bersalah?

Tapi tidak ternyata..
Aku mesti bagaimana?
Lari ke mana?
Ada yang mampu membantuku?
Menurunkan segala kekesalan ini?

Aku ingin pergi dari kamu
Tapi aku punya dua tanggung jawab
kepada anakmu dan calon anakmu

Aku benci
Jangan pulang dengan menyakitiku lagi
Datanglah berkata maaf
Datanglah berkata cinta

Walau mungkin esok terjadi lagi
Aku tak perduli lagi
Tak ada rasa
mati

karena aku tak mau lagi
aku benci

Monday, April 25, 2005

Busuk...

Aku merasa busuk
dalam keterdiamanku
ketika hatiku bertanya
kenapa aku disakiti

Sejauh aku merangkai kata
yang terjalin hanya benci
kurasa ini sebuah rasa tak terkirakan
membuat hatiku busuk

tapi sebusuk-busuknya aku
aku merasa lebih harum dari dirimu
serigala berbau busuk

ingin kubenamkan kepalamu
dalam raungan jeram tak bertepi
dalam alunan gelombang air dahsyat
meninggalkanmu dalam serpihan tubuh tak berbentuk

ingin kudorong dirimu
jatuh ke dalam jurang terdalam di bumi
tanpa bisa naik lagi ke sini
jauh jauhlah bangkaimu
dari hidupku dan keluargaku

ingin kubenturkan tengkorakmu dan semua isinya
ke dinding terkeras yang pernah kubuat
dinding hatiku yang tak tergoyahkan
karena aku mencinta dan menyayang
orang-orang yang ingin kulindungi
dari kekejaman cakar dan rengkuhanmu

ingin kulihat semua isi tengkorakmu berserakan dalam tangis air matamu meminta ampun kepadaku
ingin kutertawa terbahak melihat dirimu tak berdaya dan berjanji tak kan lagi
ingin kutendang sisa-sisa tubuhmu dalam raunganmu yang tak pernah berhenti

tapi bila kulakukan itu semua
aku akan menjadi sebusuk dirimu

biarlah tulisan ini saja
menjadi saksi kekejaman hatiku yang tak pernah terungkap
andai aku tahu kemana harus kukirim
tulisanku padamu
dalam cacianku
dalam makianku

busuk
busuk kita bersama
tapi lebih busuk lagi dirimu
yang sudah melakukan
yang sudah menyakiti

sedangkanku
baru berandai

Tuhan
ini cuma intermezo
ditengah lara yang panjang.

maafkan aku Tuhan....

Bercermin pada kasus Hughes...

Dua mingguan ini di televisi penuh dengan pemberitaan kasus perceraian Desak Made Hughesia Dewi atau Dewi Hughes dengan Achmad Hestiavin Tachtiar atau Avin.
Mau tak mau pemirsa jadi kaget melihat tuturan demi tuturan yang begitu "jujur" dari keduanya. Satu persatu rahasia rumah tangga disingkap dari soal uang sampai ke urusan ranjang. Dalam minggu pertama Hughes membeberkan segala keburukan Avin, dengan perlakuannya yang dikatakan mengintimidasi, tidak pernah memberi nafkah, pelecehan seksual, dan tidak memberikan kesempatan untuk beribadah, dan lain-lain. Minggu kemarin Avin ganti membeberkan bukti-bukti penyangkalan atas tuduhan Hughes.
Wow. Semua ini membuatku berpikir kembali. Sebenarnya apa sih yang dicari seseorang dalam hidup berumah tangga? Cinta yang tadinya menggebu-gebu menyatukan hasrat dan keinginan dua orang yang berbeda, sekarang tiba-tiba saja tinggal keping-keping yang menyedihkan. Lalu apa? Kemana perginya semua kenangan indah yang pernah dirangkaikan? Ke mana larinya segala rasa dan kata-kata yang pernah terucap ketika cinta masih bersemi?

Satu hal yang membuatku semakin sedih. Ketika Avin memberikan kepada pers catatan harian Hughes, rasanya rumah tangga seperti tidak lagi ada artinya lagi.
Sesuatu yang begitu rahasia, hanya antara Hughes dan penanya, tulisan-tulisannya, dibeberkan begitu nyata kepada semua orang. Di kertas yang ditunjukkan Avin itu, terlihat betapa puitis tulisan Hughes tentang perasaannya. Dan itu terlihat di semua coretannya, pengandaiannya untuk suaminya, untuk perasaannya. Sayangnya sepertinya Avin mengartikannya secara harfiah.
Membuatku teringat akan tulisan-tulisan pribadiku sendiri. Kehidupan ini adalah suatu proses, di mana perasaan itu tumbuh dan berkembang dan menjadi dewasa. Tapi ada kalanya perasaan itu pasang dan surut, timbul dan tenggelam. Ketika ada kemarahan yang memuncak, mungkin pena akan mengguratkan kata-kata pedas dan kejam, tetapi setelah sekian lembar, sekian kata, kemarahan itu tidak lagi tersirat dalam rasa yang sakit, tapi terurai dalam kata-kata manis, memuja, memaafkan, memohonkan ampun kepada Tuhan, merayu dalam metafora dan eufimisme yang sakral.
Jadi apalah artinya ketika tulisan itu dibaca orang lain? Itu bisa berarti sejuta makna. Ada makna yang tersirat, yang mungkin hanya kita yang memahami, karena memang tulisan itu hanya dibuat untuk kita, hati kita, hanya sebagai pelepas rasa.
Betapa rasa Hughes ketika menuliskan itu semua, dalam kondisi tersakiti dia masih bisa memohonkan ampun untuk suaminya lewat kata-kata indah...
Ketika akhirnya sang suami tidak bisa menafsirkan dengan sebenar-benarnya perasaan sang istri dari tulisan-tulisannya.......

Mungkin aku salah, tetapi yang kurasakan dalam sebuah jalinan keluarga adalah rasa kasih sayang, saling percaya, saling menguatkan, dan memaafkan. Sedalam apapun kesalahan, adalah keputusan kita untuk mengarungi hidup bersama seseorang yang kita pilih sendiri, yang kita yakini akan dapat membimbing kita melalui hidup. Apapun yang terjadi nanti, Insyaallah, akan menjadi sebuah kenangan yang seharusnya indah. Adanya kekesalan hati, kebencian sesaat, kemarahan, karena itu semua adalah proses yang harus dilalui untuk sebuah pengertian dan kedewasaan. Mungkin ada marah yang hampir tak tertahankan, tetapi ketika semuanya
menjadi reda, yang tersisa adalah maaf, penyesalan dan rasa sayang. Bagaimana kita dapat mencapai reda itu adalah dengan introspeksi kembali, apakah kita sudah sedemikian sempurnanya untuk memojokkan sang kekasih dalam suatu kesalahan, yang mungkin berawal dari diri kita sendiri, yang mungkin kemarahan itu justru bersumber dari kesalahan kita. Ketika itu kita harus terus mengingat kembali rasa sayang yang pernah ada, dulu, atau mungkin kemarin, dan tidak berlarut-larut berkubang dalam rasa marah dan kecewa dalam diri sendiri.....

Bercermin pada kasus Hughes, alangkah berharganya apa yang kita miliki sekarang dengan orang terdekat kita. Rasa saling percaya, nyaman, kekuatan, saling membutuhkan, apakah semua itu harus berlalu karena ketidakmampuan kita meniti hidup dengan sabar? Aku juga masih belajar. Seperti ketika aku pertama kali turun rafting, ketika itu kusadari betapa berartinya sang kekasih di rumah yang menunggu kedatanganku pulang. Belum tentu aku bisa datang kembali selamat, karena kuasa Allah yang begitu besarnya, dalam gelombang sungai yang begitu dahsyatnya, yang kita miliki hanya rasa percaya bahwa kita bisa, kita mampu, kita yakin akan semua proses kehidupan. Seperti jeram-jeram yang siap menenggelamkan aku dan membalikkan perahu kapan saja, hanya apabila kita tidak yakin, tidak percaya.
Seperti ketika aku melihat paparan gelombang air tsunami menghancurkan rumah saudara-saudara kita di ujung sana, dari yang hampir tak punya menjadi tak punya apa-apa. Ketika itu aku sadari bahwa apa yang kukira menyiksaku di rumah, di lingkunganku, dalam kehidupanku, adalah hanya sedikit dari kekuasaan Allah yang Maha Besar. Yang bisa membalikkan cinta dalam sekejab menjadi benci dan siksaan.....

Bukannya kemudian berbahagia di atas kepedihan orang lain, tapi melihat semua itu, melihat air mata-air mata yang tidak berkesudahan, adalah mungkin waktunya untuk bersyukur lebih dalam lagi atas apa yang kita miliki sekarang. Menjaganya, merawatnya, tanpa buruk sangka, dengan hati bijak, karena mungkin ini hanya terjadi saat ini saja. Entah esok hari...

Prince and Me

Sudah nonton film di atas?

Ceritanya adalah tentang Cinderella, masa kini. Impian setiap gadis remaja, kukira.
Cinderella ini -Julia Stiles, nama perannya lupa, adalah seorang mahasiswi yang sangat serius, konsentrasi pada kuliahnya, bekerja paruh waktu di sebuah cafe di kampusnya, serta memiliki teman-teman yang baik. This girl, decide not to have any serious boy friend instead to her study. But, then come the Prince, pangeran betulan dari Denmark, yang pengen ke Amerika untk 'sekolah', but sebenar-benarnya hanya untuk cari cewek yang mau mengikuti keinginannya. This Prince, (yang diperankan oleh somebody not famous) didampingi oleh seorang pengawal pribadi, diperankan oleh -catet- Ben Stiller. Rame abis.

Singkat cerita, mereka berkenalan, bertemen, yang tadinya gak wawuh (tau 'wawuh' gak? itu lo, gak akur) jadi jatuh cinta. Biasa to, tadinya benci terus jadi cinta abis.
Siapa yang pernah mengalami seperti itu angkat tangaaaaaaaannn... heheh, come on pals, akui saja. hehehe..
Then, penyamaran sang pangeran terungkap, gadis sakit hati dibohongi, pangeran pulang ke kampung halaman diminta gantiin babenya yang udah sakit-sakitan, dan soon this prince would be a king. Si gadis terus menyesal membenci sang pangeran, lalu gak pikir2 lagi langsung ke Denmark naik pesawat nyusul sang pangeran.
Padahal sepucuk surat penerimaan kuliah kedokteran di universitas ternama sudah didapat, gemeletak di kamarnya. Ra didelok, ra didemek, langsung tuku tiket.
kertas melayang jatuh.... swiiiiiggggg,

Scene pindah di Denmark. lagi pawai, pangeran naek kuda. Rakyat Denmark ngenalin sang cewek yang wajahnya dah masuk tabloid di halaman puuaaling depan,langsung panggil pangeran.Pangeran balik kanan,jemput sang putri naek kuda.... duuuuu, sapa sing dulu ngimpi beginiii...?
Well, biasa, keluarga tak setuju, tapi melihat si cantik bisa mengubah sang pangeran jadi anak baik dan dewasa, of course the mother would be agree -musuh utama calon menantu wedok kuwi kan maratua wadon.. bener?- wakakakakakak...
Malam sebelum penobatan, tiba-tiba sang gadis melihat globe, dan teringatlah dia akan mimpinya untuk jadi dokter keliling dunia, ke Kenya, Vietnam, dll dll dll.
Bisa ditebak : "ora sido aku dadi bojomu!" Mulih deh dia.

Next Scene: wisuda si gadis, dan seperti yang bisa ditebak juga, pangeran tiba2 muncul menawarkan kembali cinta sejatinya, "Aku bersedia menunggumu hingga kau bosen jadi dokter. Be my queen." Gadis terharu, peluk-peluk, French kiss, film abis.

Resensi buat filmnya (dalam bahasa awam of course) :
Scene2-nya keren abis, terutama yang di Denmark. Ambil anglenya ok banget, memanjakan penonton. Plot ceritanya mudah ditebak. Tapi buat tontonan ringan menyegarkan gak mikir and santai boleh juga. Perubahan watak si pangeran dari anak borju manja ke anak yang bertanggung jawab too fast, kayak drama remaja di TVRI jaman dulu. Julia Stiles cukup ok untuk jadi sang putri, tapi mungkin kalo Selma Blair lebih keren. Lebih satire maksude. terus yang agak mengganggu, anak seserius tokoh Julia itu dalam film, begitu ngototnya kuliah, mak gedubrak ninggal semuanya demi sang pangeran. rasanya kekuatan hatinya untuk serius jadi dokter rada dipertanyakan. Untuk ada globe. :p
meskipun filmnya bagus, ringan, kenapa ya ada rasa jengkel melihat akhir filmnya? Money, kekuasaan, menggilas distance, cita-cita, atas nama cinta.
Betul?

What we got from this movie :
perempuan, punya cita-cita. Ada keseriusan,dan kerja kerja yang dilakukan untuk meraih cita-cita itu. Lalu perempuan ketemu cinta. Buyar semua cita-cita, yang dilakukan ketika seseorang (baca : perempuan) jatuh cinta adalah mengejar cintanya lalu mengubah cita-citanya menjadi hidup bahagia happily ever after.
Tanpa mendiskreditkan suku, terutama di Jawa ini terjadi. Di mana perempuan dicekoki sejak kecil bahwa tempatmu nduk, di dapur. Cukupkan nduk, hidupmu dari penghasilan suamimu. Bahagiakan suamimu, nduk.
Agak modern sedikit, ayo kuliah. Perempuan juga tidak boleh kalah dengan laki-laki, semua harus kuliah. Then they got married. bagaimanapun kuliah adalah perjalanan satire menemukan prince of life. Either wrong or right choice, biasanya nggelubek seputar that college terjadinya kisah cinta, getting stronger, and kawin. Sesudah wisuda. Abis itu? Gubrak.
Nduk,
tempatnya perempuan adalah disebelah suaminya.

cinderella kita yang satu ini (refer to above movie) adalah seorang dokter. Setelah itu dia akan menjadi ratu. Means = istri.
Jadi, hakekatnya, perempuan itu nantinya adalah memiliki tujuan mulia menjadi istri. Menomorsatukan keluarga diatas segalanya, jangan lupa itu.
Tapi bukan berarti meninggalkan semua impiannya untuk menjadi somebody.

Temans,
bila dikau sekarang sudah berkeluarga, remember that beyond your existence of becoming family member, man or wife, we are still somebody.
Kalo kau masih punya cita-cita (terutama buat yang perempuan...:P ), cukupkan waktumu jadi seorang istri (dan ibu), lalu buka your pandora box.
makes those evils inside alive....!!! hehehe.. maksudnya, hidupkan kembali cita-citamu.
vice versa,
bila kau sudah kelelahan menjadi somebody, the secretary, the manager, the instructor, the something, turn aside, look that your family is waiting.
Life is about commas, and it is labirynth indeed.

So,
in what episode now you are?
ready to change to another one?
they are waiting.